a.
Awal Karier Gajah Mada
Gajah Mada adalah seorang panglima
perang dan tokoh yang sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit. Menurut berbagai sumber mitologi, kitab,
dan prasasti
dari zaman Jawa Kuno, ia memulai kariernya tahun 1313,
Awal kariernya
Gajah Mada menjadi Begelen atau setingkat kepala pasukan
Bhayangkara pada Raja Jayanagara (1309-1328), dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih. Ia menjadi Mahapatih
(Menteri Besar) pada masa Ratu
Tribhuwana tunggadewi, dan kemudian
sebagai Amangkubhumi (Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.
Dalam pupuh Désawarnana
atau Nāgarakṛtāgama karya Prapanca
yang ditemukan saat penyerangan Istana Tjakranagara di Pulau Lombok pada tahun 1894 terdapat informasi bahwa Gajah Mada merupakan patih dari Kerajaan Daha dan kemudian menjadi patih dari Kerajaan Daha dan Kerajaan Janggala yang membuatnya kemudian masuk kedalam strata sosial
elitis pada saat itu dan Gajah Mada digambarkan pula sebagai "seorang yang
mengesankan, berbicara dengan tajam atau tegas, jujur dan tulus ikhlas serta
berpikiran sehat".
Menurut Pararaton,
Gajah Mada sebagai komandan pasukan khusus Bhayangkara berhasil
memadamkan Pemberontakan Ra Kuti, dan menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309-1328) putra Raden Wijaya dari Dara Petak. Selanjutnya di tahun 1319
ia diangkat sebagai Patih Kahuripan,
dan dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri.
Pada tahun 1329,
Patih Majapahit yakni Arya Tadah (Mpu Krewes)
ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Dan menunjuk Patih Gajah Mada dari
Kediri sebagai penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak langsung menyetujui,
tetapi ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta
dan Sadeng yang saat itu sedang memberontak terhadap Majapahit.
Keta dan Sadeng pun akhirnya dapat ditaklukan. Akhirnya, pada tahun 1334,
Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih secara resmi oleh Ratu
Tribhuwanatunggadewi (1328-1351)
yang waktu itu telah memerintah Majapahit setelah terbunuhnya Jayanagara.
Dan selanjutnya diangkat sebagai Patih Amangkubumi.
b.
Pemberontakan
Ra Kuti
Tertulis dalam suatu prasasti bahwa
Shri Prabu di Majalengka mempunyai tujuh orang Darmaputra yang sangat
disayanginya. Mereka yang terpilih yaitu : Ra Kuti, Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedang,
Ra Yuyu, Ra Pangsa dan Ra Banyak. Diantara Darmaputra tersebut, Ra Kuti-lah
yang terlihat paling unggul. Keunggulan Ra Kuti menimbulkan tekad baginya
untuk berupaya menggantikan kedudukan Raja di Majapahit. Demikianlah Ra Kuti
selalu berusaha untuk mendapatkan kepercayaan Raja serta selalu berusaha untuk
dekat dengan Raja.
Sebetulnya Ra Kuti sudah sangat ingin
untuk membunuh Sang Prabu, karena telah menjadi penyebab meninggalnya sang
istri dan telah merusak rumah tangganya. Untuk bisa berdekatan dengan Raja, Ra
Kuti mengatakan dengan terus terang membeberkan kelicinan Mahapati yang selalu
membuat laporan palsu dan menyebar fitnah untuk menanamkan permusuhan di dalam
istana Majapahit.
Shri Raja sangat marah, Ra Kuti ditugaskan
untuk menangkap Sang Mahapati. Mahapati yang waspada akan datangnya bahaya
segera keluar dari kepatihan untuk lari mengungsi, masuk ke hutan dan mati
dalam kenisthaan. Alkisah yang ada di padhepokan Pandanwangi, Pendeta Damarjati
sedang berbincang-bincang dengan ibunda Ra Kuti, yaitu Nyai Sureng-rono. Yang
menjadi topik perbincangan adalah mengenai kedua putra yang berlawanan
keinginan. Ra Kuti putra pertama sangat tinggi cita-citanya, ingin menjabat
sebagai Raja. Sedangkan Kanaka si bungsu sangat setia pada Raja dan Majapahit
seisinya.
Ditengah-tengah mereka berbincang
datanglah Ra Kuti yang sedang memulai niatnya untuk memberontak. Niatan Ra Kuti
yang seperti itu tidak disetujui oleh Sang Paman Empu Damarjati. Sehingga
terjadilah silang pendapat antara Ra Kuti dan Empu Damarjati. Ra Kuti
yang mendapat dukungan dari ibunya, dengan berani menyerang Empu Damarjati.
Empu Damarjati ditendangnya hingga terlempar keluar dari Padhepokan. Dengan
serta merta berkatalah Empu Damarjati yang pendiam itu, bahwa Ra Kuti akan mati
ditangan Gajah yang lepas dari tali ikatan.
Belum reda amarah Ra Kuti, namun terhenti
oleh datangnya Kanaka yang tidak dapat menerima tindakan Ra Kuti terhadap Empu
Damarjati. Terjadilah perselisihan antara kedua saudara keturunan darah
Surengrono tersebut dan perkelahian tak dapat dihindarkan. Belum ada yang
menang dan kalah dalam perkelahian itu, segera Nyai Surengrono melerai mereka.
Ra Kuti dan Kanaka berpisah saling mempertahankan pendapat
masing-masing. Ra Kuti merasa tak ada penghalang lagi, dia mengira bahwa para
Darmaputra sudah tidak ada yang patuh pada Shri Raja. Sehingga Ra Kuti
membentuk barisan bawah tanah guna membunuh Sang Prabu.
Di suatu malam yang dingin, Ra Kuti dan
teman-temanya memaksa masuk ke istana. Seketika gempar yang ada didalamnya. Para
Senopati perang yang sedang tidur pulas banyak yang menjadi korban keganasan
pedang Ra Kuti dan teman-temannya. Alkisah ada seorang pemimpin pasukan
pengawal Raja, muda belia, gagah perkasa. Satria utama. Rahangnya kuat, bahu
kekar, dada lebar mengkilap, kulit yang merah bak tembaga seakan bersinar dan
tak mempan senjata. Dialah Gajah Mada.
Waspada akan adanya keributan diluar,
pimpinan pengawal Raja sang “Gajah” laksana lepas dari ikatan, segera masuk
kedalam kamar tidur Sang Prabu. Prabu Jayanegara yang masih tidur pulas segera
diangkat dan dibawa lari mengungsi, diikuti oleh para prajurit pengawal Raja
yang masih setia. Ra Kuti Sang Pendendam takkan lega hatinya sebelum bisa
membunuh Shri Jayanegara. Akhirnya dia berusaha sekuat tenaga untuk mengejar
dan menemukan Shri Jayanegara. Dari sinilah awal mula Gajah Mada diangkat
sebagai Patih oleh Raja Jayanegara Karena Gajah Mada berhasil menyelamatkan
sang raja dari Ra Kuti yang ingin membunuh Raja Jayanegara tersebut.
c.
Perang Bubad
Dalam
perang ini ada dua versi tentang terjadinya perang ini :
1.
Tahun
1351,
Hayam Wuruk hendak menikahi puteri Raja Galuh/Pajajaran
(di Jawa Barat), Dyah Pitaloka Citraresmi. Pajajaran setuju asal bukan maksud Majapahit untuk
mencaplok kerajaan Galuh. Ketika dalam perjalanan menuju upacara pernikahan,
Gajah Mada mendesak kerajaan Galuh untuk menyerahkan puteri sebagai upeti dan
tunduk kepada Majapahit. Kerajaan Galuh menolak, akhirnya pecah pertempuran, Perang Bubat. Dalam peristiwa menyedihkan ini seluruh rombongan kerajaan Galuh tewas,
dan dalam beberapa tahun Galuh menjadi wilayah Majapahit.
"Kecelakaan sejarah" ini hingga sekarang masih
dikenang terus oleh masyarakat Jawa Barat
dalam bentuk penolakan nama Hayam Wuruk dan Gajah Mada bagi pemberian nama
jalan di wilayah ini.
2.
Dyah
Pitaloka itu sebenarnya masih saudara sedarah dengan Hayam Wuruk, karena Raden
Wijaya (penerus tahta kerajaan Sunda ke-26) adalah putra Rakyan Jayadarma yang
menikah dengan Dyah Lembu Tal yang merupakan keturunan Ken Arok,
Rakyan Jayadarma adalah putra mahkota kerajaan Pakuan
dari Prabu Guru Dharmasiksa, Rakeyan Jayadarma mati diracun oleh saudara kandungnya
sendiri untuk merebut tampuk kekuasaan. Kemudian Dyah Lembu Tal membawa Raden
Wijaya ke Jawa Timur. Gajah Mada mengingatkan kepada Hayam Wuruk bahwa Dyah Pitaloka masih satu
darah dengan dia sehingga tidak boleh menikah. Namun, Hayam Wuruk bersikeras
untuk menikahi Dyah Pitaloka. Gajah Mada yang menyampaikan kepada rombongan kerajaan
Sunda bahwa tidak akan ada perkawinan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka.
Karena merasa dipermalukan maka rombongan kerajaan Sunda
menyerang Majapahit demi kehormatan. Secara ginekologi bagaimanapun juga Hayam Wuruk dan Dyah
Pitaloka benar benar saudara sedarah dan masih sangat dekat. Jadi wajarlah
kalau Gajah Mada melarang mereka menikah. Bisa jadi Gajah Mada sudah mengetahui
bahwa pernikahan sedarah akibatnya tidak baik.
d.
Akhir Hidup Gajah Mada
Disebutkan
dalam Kakawin Nagarakretagama bahwa sekembalinya Hayam Wuruk dari upacara
keagamaan di Simping, ia menjumpai bahwa Gajah Mada telah sakit. Gajah Mada
disebutkan meninggal dunia pada tahun 1286 Saka atau 1364 Masehi.
Raja
Hayam Wuruk kehilangan orang yang sangat diandalkan dalam memerintah kerajaan.
Raja Hayam Wuruk pun mengadakan sidang Dewan Sapta Prabu untuk memutuskan pengganti
Gajah Mada. Namun tidak ada satu pun yang sanggup menggantikan Patih Gajah
Mada. Hayam Wuruk kemudian memilih empat Mahamantri Agung dibawah pimpinan
Punala Tanding untuk selanjutnya membantunya dalam menyelenggarakan segala
urusan negara. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Mereka pun digantikan oleh
dua orang mentri yaitu Gajah Enggon dan Gajah Manguri. Akhirnya Hayam Wuruk
memutuskan untuk mengangkat Gajah Enggon sebagai Patih Mangkubumi menggantikan
posisi Gajah Mada.
a. Isi
Sumpah Palapa
Sumpah Palapa adalah suatu
pernyataan/sumpah yang dikemukakan oleh Gajah Mada
pada upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangkubhumi Majapahit, tempat Gajah Mada
mengucapkan sumpah sekarang di kenal dengan rumah panggung yang berada tepat di
belakang Pendopo Agung di Trowulan,
tahun 1258 Saka (1336 M). Sumpah Palapa ini ditemukan pada teks Jawa
Pertengahan Pararaton, yang berbunyi :
Sira Gajah Mada
patih Amangkubhumi
tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara
isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring
Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun
amukti palapa".
Terjemahannya
:
Beliau Gajah Mada Patih
Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah
mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan
Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang,
Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
a.
Beberapa
Tafsiran Sumpah Palapa
1.
Dosen arkeologi FIB UI, Agus Aris
Munandar, dalam Gajah Mada Biografi Politik, menyebut bahwa ada sebagian
kalangan yang mengartikan amukti palapa dengan "memakan buah kepala"
atau "memakan buah palapa".
"Namun, jika buah kepala memang jelas maksudnya, ada buah yang dinamakan kelapa. Namun, 'buah palapa' sampai sekarang belum ada yang mengetahui bentuk, apalagi rasanya," tulis Agus.
"Namun, jika buah kepala memang jelas maksudnya, ada buah yang dinamakan kelapa. Namun, 'buah palapa' sampai sekarang belum ada yang mengetahui bentuk, apalagi rasanya," tulis Agus.
2.
M. Yamin menafsirkannya dengan makna
berbeda lagi. Menurutnya, palapa berarti Gajah Mada akan pantang
bersenang-senang sebelum janjinya terucap. Sementara Slamet Muljana, profesor
yang ternama dengan Tafsir Sejarah Nagarakretagama, yang kerap jadi referensi
mengenai perjalanan Majapahit, menyebut bahwa amukti palapa artinya bebas tugas
atau cuti.
3.
Tafsiran lain datang dari pakar bahasa
Jawa Kuno, P J Zoetmulder, yang coba mengupasnya dari asal arti amukti dan
palapa. Menurutnya, amukti palapa diartikan"mendapat kesenangan yang tiada
berakhir”. “Gajah Mada akan mendapat kesenangan yang tiada taranya jika saja
seluruh wilayah Nusantara yang disebutkan dalam sumpahnya itu dapat mengakui
kekuasaan Majapahit,” papar Zoetmulder.
a. Makna Sumpah Palapa
Sumpah
adalah sebuah janji, apabila sumpah itu belum terpenuhi berarti sumpah itu
menjadi hutang bagi orang yang mengucap sumpah tersebut. Gajah Mada adalah
seorang Patih Amangkubumi yang pernah mengucapkan sumpahnya pada saat upacara
pengangkatannya sebagai Patih Amangkubumi, bunyi sumpah palapa tersebut adalah,
“
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah
Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan
puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali,
Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa.”
Jika sumpa ini ditafsirkan maka isinya adalah bahwa
gajah mada tidak akan menikmati urusan dunia sebelum ia bisa menguasai
daerah-daerah tersebut. Dari sini kita dapat mencontoh sosok seorang Patih
amangkubumi Majapahit yaitu Gajah Mada, bahwasannya janganlah kita bergembira
dan sombong akan diri kita sebelum kita bisa melakukan hal yang besar dan
beguna bagi ke dua orang tua kita bahkan kepada bangsa dan negara kita. Dan
cita-cita kita tidak akan pernah tercapai jika kita hanya terdiam dan merenung
tanpa ada tindakan , marilah kita bergerak dan berusaha sekuat tenaga untuk
menggapai cita-cita kita tersebut, dan di saat kita telah mencapai cita-cita
kita dan telah sampai di posisi atas jangan sekali-kali kita sombong akan diri
kita, karena musuh yang paling besar yang dapat menjatuhkan diri kita dari
posisi kita adalah kesombongan diri kita.
Sumpah Palapa adalah sumpah yang suci dan besar
bagi negeri ini, karena sebagian besar dari nusantara saat majapahit adalah
wilayah negara Indonesia yang sekarang, marilah kita jaga warisan nenek moyang
kita jangan sampai kita abaikan begitu saja apalagi sampai melepaskannya begitu
saja, marilah kita jaga negeri ini dengan persatuan dan kesatuan yang kuat,
sebagimana bunyi semboyan negara kita yang terdapat pada cengkraman burung
garuda yang sebagia lambing negara kita yang berbunyi, ”Bhineka Tunggal Eka tan Hana Dharma Mangrua,” yang
artinya berbeda – beda tetapi tetap satu juga, sekalipun disebut dengan dua
nama, tetapi tidak dapat dijadikan dua. Jinatattwa ( hakekat Budha ) sama
dengan Ciwatattwa ( hakekat Ciwa ). ( Machmoed EffendHei : 1999 , hal .57 ).
b.
Makna dari semangat Gajah Mada
Gajah Mada adalah seorang Patih
Amangkubumi Majapahit, ia juga sebagai pemimipin pasukan Bhayangkara, dalam
menjadi seorang pemimpin Gajah Mada selalu patuh akan aturan kerajaan bahkan ia
rela berkorban apapun demi kerajaan. Gajah Mada adalah salah seorang yang
penyabar dan rendah hati, semangat Gajah Mada adalah semangat yang tiada
tandingannya .
Gajah Mada adalah seorang pemuda
Indonesia yang berhasil mempersatukan Nusantara akibat kegigihannya dan
semangat juangnya, Gajah Mada adalah seseorang yang patut kita contoh sebagai
pemuda Indonesia saat ini, meski pengorbanan yang kita lakukan tidaklah harus
sama dengan jaman dahulu, yang harus kita lakukan sebagai pemuda Indonesia yang
sekarang adalah belajar dengan giat dan sungguh-sunguh agar bisa mencetak
prestasi yang luar biasa baik itu dikanca Nasional maupun Internasional, sehingga dapat membawa nama
harum bangsa kita yaitu Bangsa Indonesia, tapi kita juga dapat melakukan perang
seperti halnya Gajah Mada yaitu dengan cara memerangi amarah, kesombongan kita
dan ke egoisan kita kepada sesama.
Semangat Gajah Mada adalah semangat
yang besar, seperti yang sering dikatakan oleh Gajah Mada bahkan
Pahlawan-pahlawan kita saat menumpas musuh adalah rawe-rawe rantas
malang-malang putung yang artinya sama dengan bersatu kita teguh bercerai kita
runtuh, jika kita bersatu dan bersama mencapai tujuan pasti kita akan berhasil
namun apabila kita bercerai berai maka kita tidak akan menjumpai yang namanya
sebuah kemenangan. Meskipun nanti di saat kita menggapai cita-cita terdapat
banyak terpaan dan terjangan dari manapun tetaplah berjuang karena pasti
dibalik semua itu pasti ada sejuta keberhasilan dan kemenangan.
b.
Nilai – Nilai yang dapat ditanamkan kepada
generasi muda.
Dalam rangka lebih memperkuat
pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan, telah teridentifikasi
18 nilai yang bersumber dari Agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan (
Panitia Sertifikasi guru : 2011, Hal. 9 ), nilai tersubut antara lain adalah :
1. Religius
Sikap dan perilaku
yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan
yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan
orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
6. Kreatif
Berpikir dan
melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang
telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku
yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir,
bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang
lain
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan
yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir,
bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Suatu kasih sayang
dan suatu rasa cinta terhadap tempat kelahiran atau tanah airnya.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan
yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif
Suatu
sikap tindakan untuk menjalin persahabatan dan untuk saling berkomunikasi satu
sama lain.
14. Cinta Damai
Rasa untuk
menjaga persatuan dan kesatuan dengan menjaga perdamaian tanpa ada rasa
perselisihan atau dengki.
15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan
kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan
alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan
alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,
yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar