Translate

Jumat, 08 Agustus 2014

Gajah Mada

a.      Awal Karier Gajah Mada
Gajah Mada adalah seorang panglima perang dan tokoh yang sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit. Menurut berbagai sumber mitologi, kitab, dan prasasti dari zaman Jawa Kuno, ia memulai kariernya tahun 1313, Awal kariernya Gajah Mada menjadi Begelen atau setingkat kepala pasukan Bhayangkara pada Raja Jayanagara (1309-1328), dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih. Ia menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada masa Ratu Tribhuwana tunggadewi, dan kemudian sebagai Amangkubhumi (Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.
Dalam pupuh Désawarnana atau Nāgarakṛtāgama karya Prapanca yang ditemukan saat penyerangan Istana Tjakranagara di Pulau Lombok pada tahun 1894 terdapat informasi bahwa Gajah Mada merupakan patih dari Kerajaan Daha dan kemudian menjadi patih dari Kerajaan Daha dan Kerajaan Janggala yang membuatnya kemudian masuk kedalam strata sosial elitis pada saat itu dan Gajah Mada digambarkan pula sebagai "seorang yang mengesankan, berbicara dengan tajam atau tegas, jujur dan tulus ikhlas serta berpikiran sehat".
Menurut Pararaton, Gajah Mada sebagai komandan pasukan khusus Bhayangkara berhasil memadamkan Pemberontakan Ra Kuti, dan menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309-1328) putra Raden Wijaya dari Dara Petak. Selanjutnya di tahun 1319 ia diangkat sebagai Patih Kahuripan, dan dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri.
Pada tahun 1329, Patih Majapahit yakni Arya Tadah (Mpu Krewes) ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Dan menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak langsung menyetujui, tetapi ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang saat itu sedang memberontak terhadap Majapahit. Keta dan Sadeng pun akhirnya dapat ditaklukan. Akhirnya, pada tahun 1334, Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih secara resmi oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi (1328-1351) yang waktu itu telah memerintah Majapahit setelah terbunuhnya Jayanagara. Dan selanjutnya diangkat sebagai Patih Amangkubumi.
b.      Pemberontakan Ra Kuti
Tertulis dalam suatu pra­sasti bahwa Shri Prabu di Majalengka mempunyai tujuh orang Darmaputra yang sangat disayanginya. Mereka yang terpilih yaitu : Ra Kuti, Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedang, Ra Yuyu, Ra Pangsa dan Ra Banyak. Diantara Darmaputra tersebut, Ra Kuti-lah yang terlihat paling unggul. Keunggulan Ra Kuti menim­bulkan tekad baginya untuk berupaya menggantikan kedudukan Raja di Ma­japahit. Demikianlah Ra Kuti selalu ber­usaha untuk mendapatkan kepercayaan Raja serta selalu berusaha untuk dekat dengan Raja.
Sebetulnya Ra Kuti sudah sangat ingin untuk membunuh Sang Prabu, karena telah menjadi penyebab meninggalnya sang istri dan telah merusak rumah tangganya. Untuk bisa berdekatan dengan Raja, Ra Kuti mengatakan dengan terus terang membeberkan kelicinan Mahapati yang selalu membuat lapor­an palsu dan menyebar fitnah untuk menanamkan permusuhan di dalam istana Majapahit.
Shri Raja sangat marah, Ra Kuti ditugaskan untuk menangkap Sang Mahapati. Mahapati yang waspada akan datangnya bahaya segera keluar dari kepatihan untuk lari mengungsi, masuk ke hutan dan mati dalam kenisthaan. Alkisah yang ada di padhepokan Pandanwangi, Pendeta Damarjati sedang berbincang-bincang dengan ibunda Ra Kuti, yaitu Nyai Sureng-rono. Yang menjadi topik perbin­cangan adalah mengenai kedua putra yang berlawanan keinginan. Ra Kuti putra pertama sangat tinggi cita-citanya, ingin menjabat sebagai Raja. Sedangkan Kanaka si bungsu sangat setia pada Raja dan Majapahit seisinya.
Ditengah-tengah mereka berbin­cang datanglah Ra Kuti yang sedang memulai niatnya untuk memberontak. Niatan Ra Kuti yang seperti itu tidak disetujui oleh Sang Paman Empu Damarjati. Sehingga terjadilah silang pendapat antara Ra Kuti dan Empu Damarjati.  Ra Kuti yang mendapat dukungan dari ibunya, dengan berani menyerang Empu Damarjati. Empu Damarjati ditendangnya hingga ter­lempar keluar dari Padhepokan. Dengan serta merta berkatalah Empu Damarjati yang pendiam itu, bahwa Ra Kuti akan mati ditangan Gajah yang lepas dari tali ikatan.
Belum reda amarah Ra Kuti, namun terhenti oleh datangnya Kanaka yang tidak dapat menerima tindakan Ra Kuti terhadap Empu Damarjati. Terjadilah perselisihan antara kedua saudara keturunan darah Surengrono tersebut dan perkelahian tak dapat dihindarkan. Belum ada yang menang dan kalah dalam perkelahian itu, segera Nyai Surengrono melerai mereka. Ra Kuti dan   Kanaka berpisah saling memper­tahankan pendapat masing-masing. Ra Kuti merasa tak ada pengha­lang lagi, dia mengira bahwa para Darmaputra sudah tidak ada yang patuh pada Shri Raja. Sehingga Ra Kuti membentuk barisan bawah tanah guna membunuh Sang Prabu.
Di suatu malam yang dingin, Ra Kuti dan teman-temanya memaksa masuk ke istana. Seketika gempar yang ada didalamnya. Para Senopati perang yang sedang tidur pulas banyak yang menjadi korban keganas­an pedang Ra Kuti dan teman-temannya. Alkisah ada seorang pemimpin pasukan pengawal Raja, muda belia, gagah perkasa. Satria utama. Rahangnya kuat, bahu kekar, dada lebar mengkilap, kulit yang merah bak tembaga seakan bersinar dan tak mempan senjata. Dialah Gajah Mada.
Waspada akan adanya keributan diluar, pimpinan pengawal Raja sang “Gajah” laksana lepas dari ikatan, segera masuk kedalam kamar tidur Sang Prabu. Prabu Jayanegara yang masih tidur pulas segera diangkat dan dibawa lari mengungsi, diikuti oleh para prajurit pengawal Raja yang masih setia. Ra Kuti Sang Pendendam takkan lega hatinya sebelum bisa membunuh Shri Jayanegara. Akhirnya dia berusaha sekuat tenaga untuk menge­jar dan menemukan Shri Jayanegara. Dari sinilah awal mula Gajah Mada diangkat sebagai Patih oleh Raja Jayanegara Karena Gajah Mada berhasil menyelamatkan sang raja dari Ra Kuti yang ingin membunuh Raja Jayanegara tersebut.
c.       Perang Bubad
Dalam perang ini ada dua versi tentang terjadinya perang ini :
1.       Tahun 1351, Hayam Wuruk hendak menikahi puteri Raja Galuh/Pajajaran (di Jawa Barat), Dyah Pitaloka Citraresmi. Pajajaran setuju asal bukan maksud Majapahit untuk mencaplok kerajaan Galuh. Ketika dalam perjalanan menuju upacara pernikahan, Gajah Mada mendesak kerajaan Galuh untuk menyerahkan puteri sebagai upeti dan tunduk kepada Majapahit. Kerajaan Galuh menolak, akhirnya pecah pertempuran, Perang Bubat. Dalam peristiwa menyedihkan ini seluruh rombongan kerajaan Galuh tewas, dan dalam beberapa tahun Galuh menjadi wilayah Majapahit. "Kecelakaan sejarah" ini hingga sekarang masih dikenang terus oleh masyarakat Jawa Barat dalam bentuk penolakan nama Hayam Wuruk dan Gajah Mada bagi pemberian nama jalan di wilayah ini.
2.       Dyah Pitaloka itu sebenarnya masih saudara sedarah dengan Hayam Wuruk, karena Raden Wijaya (penerus tahta kerajaan Sunda ke-26) adalah putra Rakyan Jayadarma yang menikah dengan Dyah Lembu Tal yang merupakan keturunan Ken Arok, Rakyan Jayadarma adalah putra mahkota kerajaan Pakuan dari Prabu Guru Dharmasiksa, Rakeyan Jayadarma mati diracun oleh saudara kandungnya sendiri untuk merebut tampuk kekuasaan. Kemudian Dyah Lembu Tal membawa Raden Wijaya ke Jawa Timur. Gajah Mada mengingatkan kepada Hayam Wuruk bahwa Dyah Pitaloka masih satu darah dengan dia sehingga tidak boleh menikah. Namun, Hayam Wuruk bersikeras untuk menikahi Dyah Pitaloka. Gajah Mada yang menyampaikan kepada rombongan kerajaan Sunda bahwa tidak akan ada perkawinan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka. Karena merasa dipermalukan maka rombongan kerajaan Sunda menyerang Majapahit demi kehormatan. Secara ginekologi bagaimanapun juga Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka benar benar saudara sedarah dan masih sangat dekat. Jadi wajarlah kalau Gajah Mada melarang mereka menikah. Bisa jadi Gajah Mada sudah mengetahui bahwa pernikahan sedarah akibatnya tidak baik.
d.      Akhir Hidup Gajah Mada
Disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama bahwa sekembalinya Hayam Wuruk dari upacara keagamaan di Simping, ia menjumpai bahwa Gajah Mada telah sakit. Gajah Mada disebutkan meninggal dunia pada tahun 1286 Saka atau 1364 Masehi.

Raja Hayam Wuruk kehilangan orang yang sangat diandalkan dalam memerintah kerajaan. Raja Hayam Wuruk pun mengadakan sidang Dewan Sapta Prabu untuk memutuskan pengganti Gajah Mada. Namun tidak ada satu pun yang sanggup menggantikan Patih Gajah Mada. Hayam Wuruk kemudian memilih empat Mahamantri Agung dibawah pimpinan Punala Tanding untuk selanjutnya membantunya dalam menyelenggarakan segala urusan negara. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Mereka pun digantikan oleh dua orang mentri yaitu Gajah Enggon dan Gajah Manguri. Akhirnya Hayam Wuruk memutuskan untuk mengangkat Gajah Enggon sebagai Patih Mangkubumi menggantikan posisi Gajah Mada.
a.     Isi Sumpah Palapa
Sumpah Palapa adalah suatu pernyataan/sumpah yang dikemukakan oleh Gajah Mada pada upacara pengangkatannya menjadi Patih Amangkubhumi Majapahit, tempat Gajah Mada mengucapkan sumpah sekarang di kenal dengan rumah panggung yang berada tepat di belakang Pendopo Agung di Trowulan, tahun 1258 Saka (1336 M). Sumpah Palapa ini ditemukan pada teks Jawa Pertengahan Pararaton, yang berbunyi :
Sira Gajah Mada patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".

Terjemahannya :
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
a.     Beberapa Tafsiran Sumpah Palapa
1.         Dosen arkeologi FIB UI, Agus Aris Munandar, dalam Gajah Mada Biografi Politik, menyebut bahwa ada sebagian kalangan yang mengartikan amukti palapa dengan "memakan buah kepala" atau "memakan buah palapa".
"Namun, jika buah kepala memang jelas maksudnya, ada buah yang dinamakan kelapa. Namun, 'buah palapa' sampai sekarang belum ada yang mengetahui bentuk, apalagi rasanya," tulis Agus.
2.         M. Yamin menafsirkannya dengan makna berbeda lagi. Menurutnya, palapa berarti Gajah Mada akan pantang bersenang-senang sebelum janjinya terucap. Sementara Slamet Muljana, profesor yang ternama dengan Tafsir Sejarah Nagarakretagama, yang kerap jadi referensi mengenai perjalanan Majapahit, menyebut bahwa amukti palapa artinya bebas tugas atau cuti.
3.         Tafsiran lain datang dari pakar bahasa Jawa Kuno, P J Zoetmulder, yang coba mengupasnya dari asal arti amukti dan palapa. Menurutnya, amukti palapa diartikan"mendapat kesenangan yang tiada berakhir”. “Gajah Mada akan mendapat kesenangan yang tiada taranya jika saja seluruh wilayah Nusantara yang disebutkan dalam sumpahnya itu dapat mengakui kekuasaan Majapahit,” papar Zoetmulder.
a.    Makna Sumpah Palapa
Sumpah adalah sebuah janji, apabila sumpah itu belum terpenuhi berarti sumpah itu menjadi hutang bagi orang yang mengucap sumpah tersebut. Gajah Mada adalah seorang Patih Amangkubumi yang pernah mengucapkan sumpahnya pada saat upacara pengangkatannya sebagai Patih Amangkubumi, bunyi sumpah palapa tersebut adalah, “ Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa.”
Jika sumpa ini ditafsirkan maka isinya adalah bahwa gajah mada tidak akan menikmati urusan dunia sebelum ia bisa menguasai daerah-daerah tersebut. Dari sini kita dapat mencontoh sosok seorang Patih amangkubumi Majapahit yaitu Gajah Mada, bahwasannya janganlah kita bergembira dan sombong akan diri kita sebelum kita bisa melakukan hal yang besar dan beguna bagi ke dua orang tua kita bahkan kepada bangsa dan negara kita. Dan cita-cita kita tidak akan pernah tercapai jika kita hanya terdiam dan merenung tanpa ada tindakan , marilah kita bergerak dan berusaha sekuat tenaga untuk menggapai cita-cita kita tersebut, dan di saat kita telah mencapai cita-cita kita dan telah sampai di posisi atas jangan sekali-kali kita sombong akan diri kita, karena musuh yang paling besar yang dapat menjatuhkan diri kita dari posisi kita adalah kesombongan diri kita.
Sumpah Palapa adalah sumpah yang suci dan besar bagi negeri ini, karena sebagian besar dari nusantara saat majapahit adalah wilayah negara Indonesia yang sekarang, marilah kita jaga warisan nenek moyang kita jangan sampai kita abaikan begitu saja apalagi sampai melepaskannya begitu saja, marilah kita jaga negeri ini dengan persatuan dan kesatuan yang kuat, sebagimana bunyi semboyan negara kita yang terdapat pada cengkraman burung garuda yang sebagia lambing negara kita yang berbunyi, ”Bhineka Tunggal Eka tan Hana Dharma Mangrua,” yang artinya berbeda – beda tetapi tetap satu juga, sekalipun disebut dengan dua nama, tetapi tidak dapat dijadikan dua. Jinatattwa ( hakekat Budha ) sama dengan Ciwatattwa ( hakekat Ciwa ). ( Machmoed EffendHei : 1999 , hal .57 ).
b.      Makna dari semangat Gajah Mada
            Gajah Mada adalah seorang Patih Amangkubumi Majapahit, ia juga sebagai pemimipin pasukan Bhayangkara, dalam menjadi seorang pemimpin Gajah Mada selalu patuh akan aturan kerajaan bahkan ia rela berkorban apapun demi kerajaan. Gajah Mada adalah salah seorang yang penyabar dan rendah hati, semangat Gajah Mada adalah semangat yang tiada tandingannya .
            Gajah Mada adalah seorang pemuda Indonesia yang berhasil mempersatukan Nusantara akibat kegigihannya dan semangat juangnya, Gajah Mada adalah seseorang yang patut kita contoh sebagai pemuda Indonesia saat ini, meski pengorbanan yang kita lakukan tidaklah harus sama dengan jaman dahulu, yang harus kita lakukan sebagai pemuda Indonesia yang sekarang adalah belajar dengan giat dan sungguh-sunguh agar bisa mencetak prestasi yang luar biasa baik itu dikanca Nasional maupun  Internasional, sehingga dapat membawa nama harum bangsa kita yaitu Bangsa Indonesia, tapi kita juga dapat melakukan perang seperti halnya Gajah Mada yaitu dengan cara memerangi amarah, kesombongan kita dan ke egoisan kita kepada sesama.
            Semangat Gajah Mada adalah semangat yang besar, seperti yang sering dikatakan oleh Gajah Mada bahkan Pahlawan-pahlawan kita saat menumpas musuh adalah rawe-rawe rantas malang-malang putung yang artinya sama dengan bersatu kita teguh bercerai kita runtuh, jika kita bersatu dan bersama mencapai tujuan pasti kita akan berhasil namun apabila kita bercerai berai maka kita tidak akan menjumpai yang namanya sebuah kemenangan. Meskipun nanti di saat kita menggapai cita-cita terdapat banyak terpaan dan terjangan dari manapun tetaplah berjuang karena pasti dibalik semua itu pasti ada sejuta keberhasilan dan kemenangan.
b.    Nilai – Nilai yang dapat ditanamkan kepada generasi muda.
 Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan, telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari Agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan ( Panitia Sertifikasi guru : 2011, Hal. 9 ), nilai tersubut antara lain adalah :
1.      Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang  dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.      Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.      Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4.      Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.      Kerja Keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

6.      Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7.      Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8.      Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain
9.      Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10.  Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11.  Cinta Tanah Air
Suatu kasih sayang dan suatu rasa cinta terhadap tempat kelahiran atau tanah airnya.
12.  Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13.  Bersahabat/Komunikatif
Suatu sikap tindakan untuk menjalin persahabatan dan untuk saling berkomunikasi satu sama lain.
14.  Cinta Damai
Rasa untuk menjaga persatuan dan kesatuan dengan menjaga perdamaian tanpa ada rasa perselisihan atau dengki.
15.  Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16.  Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17.  Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18.  Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar